Konsep aerosol ditemukan oleh Erik Rotheim, seorang insinyur dan penemu asal Norwegia. Awalnya ia terinspirasi dari minuman berkarbonasi atau soda yang dapat menciptakan tekanan yang lebih besar. Kemudian penemuannya tersebut dipatenkan di Oslo tahun 1926. Namun, hak paten tersebut dijual ke sebuah perusahaan Amerika Serikat seharga 100.000 kroner Norwegia pada tahun 1931. Hingga pada tahun 1941 semprotan aerosol dapat pertama kali dimanfaatkan dengan baik oleh William Sullivan dengan produk bernama “bug bom” yang diyakini sebagai nenek moyang dari banyak produk aerosol semprot komersil nantinya.
Begitupun dengan cat aerosol atau di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan pilox. Cat aerosol dikembangkan tahun 1949 oleh Edward Seymour yang pada awalnya ia sedang mengembangkan cat almunium. Namun, berkat saran istrinya Bonnie ia memasukkan cat tersebut kedalam kaleng aerosol. Sehingga terciptalah cat didalam kaleng aerosol yang sering kita lihat saat ini. Perbedaannya, kebanyakan cat aerosol memiliki logam, atau kelereng, atau bola kecil dalam kaleng tersebut yang digunakan untuk mencampur cat dalam kaleng ketika akan disemprotkan.
Pilox atau cat aerosol sangat lekat sekali penggunaannya dalam scene graffiti. Hal tersebut sesuai karena sifat dari cat aerosol yang permanen, portable, serta cepat mengering. Penggunaannya mulai ramai pada akhir 1970-an dimana saat itu banyak signature atau tag dan mural jalanan yang menggunakan cat aerosol. Graffiti yang dianggap illegal, kemudian berkembang menjadi lebih rumit dan memiliki gaya tersendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kecepatan dalam pembuatannya dan media yang paling tepat dan cepat adalah menggunakan cat aerosol. Hal tersebut membuat graffiti dan cat aerosol menjadi pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan kini ada cat aerosol yang khusus dibuat bagi graffiti artist.
0 komentar:
Posting Komentar